Mengacu UU No 12 tahun 2012 bagi akademisi dan mahasiswa di kampus, Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi alasan utama keberadaanya dalam sistem pendidikan tinggi.
Melakukan pembelajaran, penelitian dan kemudian pengabdian kepada masyarakat menjadi keniscayaan sebagai langkah menempatkan ilmu pada persoalan sesungguhnya.
Bila dianalisa, Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi sebuah prinsip kesempurnaan dari sebuah pendidikan yang dimulai sejak bangku taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
Pada masa taman kanak-kanak hingga sekolah menengah poinnya hanya mengacu pada sistem pembelajaran, tidak ada riset atau pengabdian masyarakat.
Pada rentang masa tersebut juga sistem pembelajaran mengacu pada pendidikan dan pengajaran serta sebuah proses interaksi khusus antara siswa dengan gurunya.
Guru sebagai subjek, berperan dalam menciptakan suasana pembelajaran kondusif. Artinya setiap materi yang diajar tersampaikan kepada siswa kemudian dapat dijadikan modal dalam tes atau ujian.
Dalam hal ini guru tidak diwajibkan melakukan implementasi dari materi yang ditampilkan, sebab sasarannya cukup pada pembekalan pengetahuan siswa terhadap kajian ilmu.
Acuan kesuksesan guru pada raihan prestasi siswa baik internal seperti rangking, atau eksternal semisal masuk universitas atau SMA unggulan.
Hal ini akan berbeda dengan kampus yang berkonsep Tri Dharma Perguruan Tinggi, bukan semata penguatan di pembelajaran, namun implementasinya serta pengembangan skill.
Tidak berlebihan bila seorang mahasiswa setelah lulus, wajib memiliki kemampuan dalam hal hard skill dan soft skill sebagai acuan kesuksesan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut.
Hal ini mengandung artian tugas dosen bukan hanya pada pembekalan pengetahuan semata, namun pada keterampilan, sikap bahkan etika secara keseluruhan.
Teori yang diajarkan dalam bangku tatap muka di kuliah tidak boleh bias namun harus berkesesuaian dengan praktik atau penelitian. Selanjutnya pada bekal teori dan kemampuan praktik tersebut diimplementasikan ke dalam suatu pengabdian masyarakat.
Paradigmanya berbeda dengan masa sekolah yang mencari prestasi setinggi-tingginya, pada kuliah mahasiswa harus dipaksa berpikir lebih universal.
Sebagai contoh sebuah teori tentang kesehatan masyarakat, tidak semata dilahap mahasiswa kemudian diujikan pada sebuah tes. Akan tetapi lebih jauh diperkenalkan teori praktik penggunaan ilmu tersebut, baik secara ilmiah atau sosial. Pada proses tersebut mahasiswa dibiarkan berpikir dan memilih pengembangan teori tersebut hingga memunculkan kreativitas dalam penelitian.
Misalnya dalam bidang kesehatan masyarakat, terkait pandangan nutrisi yang tepat bagi masyarakat di Pesisir. Tentunya juga dosen dan mahasiswa berkolaborasi meneliti dan mengujikan beragam jenis makanan yang sehat untuk masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai.
Hasil dari penelitian tersebut ditransformasikan dalam pengembangan keterampilan menulis seperti artikel yang selanjutnya diimplementasikan pada pengabdian masyarakat.
Lingkup pengabdian masyarakat ini meliputi abdi mahasiswa saat di luar kampus atau setelah lulus kepada masyarakat, kegiatan Kuliah Kerja Nyata, atau kegiatan khusus pengabdian masyarakat bersama dosen.
Apapun itu bentuknya bila teori dan praktik dari sebuah ilmu telah tertransformasi dan tersampaikan di masyarakat, proses pengabdian dinilai telah separuh rampung.
Separuhnya yakni implementasi dari ilmu yang tujuannya membangun serta mengembangkan masyarakat. Artinya pengabdian masyarakat dikatakan tuntas bila adanya perubahan ke arah positif di lingkungan masyarakat tersebut.
Dengan uraian di atas dapat dijelaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi sebuah proses dari transfer sekaligus kemanfaatan ilmu pengetahuan.
Prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi ini wajib disosialisasikan kepada mahasiswa baru sebagai langkah pengenalan kampus dan sistem perkuliahan. Tujuannya agar mahasiswa sudah memahami sejak dini peranan dan fungsinya dalam berkuliah.
Meskipun demikian pada beberapa institusi proses Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak berjalan dengan semestinya. Akibatnya transfer ilmu terjadi tidak menyeluruh, dapat sebagian bahkan tidak sama sekali.
Hal ini bergantung pada penerapan sistem di masing-masing institusi, termasuk standar dan aturan. Sebab pada beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia dan dunia, prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat berjalan dengan baik.